JMI SUMUT : “SIKAP AROGAN KEPALA INSPEKTORAT MELARANG WARTAWAN MENYOROTNYA PATUT DIPERTANYAKAN”
(D.Serdang)-Tidak ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas dan eksplisit mengenai larangan mengambil gambar, merekam video, merekam suara di dalam kantor pemerintahan dan fasilitas umum sepanjang dilakukan untuk tugas jurnalistik dengan cara-cara profesional dan bertujuan memberikan informasi yang berimbang..
Apalagi, sejumlah wartawan cetak dan elektronik mendatangi kantor Inspektorat Kabupaten Deliserdang untuk melakukan peliputan terkait pemeriksaan salah seorang Aparatur Sipil Negara/ atau ASN oleh Bawaslu Deliserdang terkait indikasi melakukan kampanye Paslon Bupati nomor urut 02 saat membagikan bansos pada warga.
Demikian dikatakan, Sekretaris Perkumpulan Jurnalis Media Independen (JMI) Sumatera Utara, T Sofy Anwar,(Poto) Saat dhubungi melalui telepon selulernya.
Menurut Sofy, seharusnya, Kepala Inspektorat Kabupaten Deliserdang EN bisa mengendalikan emosinya dan bekerja secara profesional dengan menjelaskan situasi yang sebenarnya tanpa harus menyerang wartawan apalagi sampai mencoba untuk merampas kamera wartawan MNC TV, Amiruddin, yang sedang melakukan peliputan di teras depan Kantor Dinas Inspektorat Kabupaten Deliserdang, Rabu (16/10/24) siang.
Dengan sikap kearogansian Kepala Inspektorat tersebut yang tidak legowo diliput wartawan, menurut Sofy perlu dipertanyakan apalagi terkait dugaan pelanggaran pemilu dilakukan salah seorang ASN inspektorat, karena ada masalah di kantornya, karena beliau adalah Kepala Dinas nya, Ujar Sofy menegaskan.
Dikatakan Sofy, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat (3) UU Pers).
Pada dasarnya pers mempunyai kemerdekaan dalam menjalankan profesinya. Kepala Inspektorat Kabupaten Deliserdang EN, jika tidak berkenan untuk diliput wartawan, harusnya bisa memberikan jawaban. Bukan malah sebaliknya melarang mengambil gambar atau mencoba merampas kamera wartawan tersebut. ini dapat menghambat tugas jurnalistik, apalagi liputan tersebut untuk kepentingan publik,” ujarnya.
Sofy juga menjelaskan, orang yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, dapat dikenakan hukuman, selama 2 tahun penjara serta denda maksimal Rp 500 juta rupiah. (TIM JMI).