Pemerhati Pejabat Publik JM Junaim Nilai Pencalonan Bupati Muna Barat jadi Ketua Golkar merupakan Politik Pencitraan
SULAWESI TENGGARA — Langkah politik Bupati Muna Barat, La Ode Darwin, yang diklaim sebagai bagian dari “koridor percepatan pembangunan daerah”, dinilai hanya menjadi bungkus manis bagi ambisi kekuasaan pribadi. Baru seumur jagung memimpin, Muna Barat justru memperlihatkan tanda-tanda kegagalan di bawah kendalinya.
Pandangan kritis itu disampaikan oleh LM Junaim (Poto), pemerhati kebijakan publik Muna Barat, menanggapi pemberitaan yang memuji pencalonan Darwin sebagai calon tunggal Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Tenggara.
Menurut Junaim, narasi yang menggambarkan Darwin sebagai “jembatan pembangunan” hanyalah propaganda politik yang jauh dari realitas di lapangan.
“Hingga kini, pelayanan publik dasar di Muna Barat justru terpuruk. Banyak fasilitas puskesmas rusak, jalan ke desa-desa rusak berat, air bersih masih menjadi mimpi bagi sebagian besar desa pesisir. Terlalu banyak janji dibanding bukti nyata. Kalau komunikasi Darwin dengan kementerian dianggap ‘mudah dan cepat’, mengapa hasilnya nihil?” tegas Junaim, Sabtu (1/11/2025).
Ia menilai bahwa ukuran keberhasilan pemimpin seharusnya bukan dari jabatan baru yang diraih, melainkan dari kesejahteraan masyarakat yang dirasakan nyata oleh rakyat.
Junaim menegaskan, dalih “membangun daerah melalui partai” hanyalah pembenaran atas kehausan kekuasaan pribadi.
“Seorang kepala daerah seharusnya fokus menjalankan mandat rakyat, bukan sibuk menambah jabatan politik. Menjadi Ketua DPD I Golkar bukan jalan pembangunan, melainkan cara memperkuat posisi tawar pribadi menjelang Pilkada dan Pemilu,” ujarnya.
Menurutnya, menyamakan kepentingan partai dengan kepentingan publik adalah bentuk manipulasi naratif. Ia mengingatkan bahwa jaringan partai politik memang luas, namun manfaatnya hanya terasa jika digunakan dengan cara yang akuntabel dan berorientasi rakyat. “Faktanya, banyak kepala daerah justru tersandera oleh kepentingan partai dan elit pusat. Dengan kata lain, posisi kuat di partai sering kali justru mengorbankan independensi dalam mengurus daerah,” sambungnya.
Lebih jauh, Junaim menyebut klaim Darwin yang mengaitkan pembangunan dengan koneksi politik sebagai kontradiksi terbuka. “Bagaimana mungkin seseorang yang belum membuktikan kepemimpinannya secara efektif tiba-tiba dianggap mampu memimpin partai besar di tingkat provinsi? Logika pembangunan tidak bisa dipikul oleh narasi pencitraan. Ia membutuhkan rekam jejak nyata, transparansi anggaran, dan tata kelola pemerintahan yang bersih,” tegasnya.
Ia menambahkan, hingga kini masih terdapat berbagai catatan merah dalam kepemimpinan Darwin, termasuk dugaan penyalahgunaan dana hibah BNPB, dugaan keterlibatan dalam aktivitas tambang ilegal, serta lemahnya kinerja birokrasi daerah.
Pada bagian akhir, Junaim menegaskan bahwa rakyat Muna Barat tidak butuh ketua partai, melainkan pemimpin yang benar-benar hadir dan menyelesaikan persoalan mereka.
“Memimpin Golkar bukan solusi untuk air bersih, bukan jawaban bagi jalan rusak, dan bukan penyelamat bagi masyarakat sakit yang minim fasilitas kesehatan. Itu hanya tiket baru bagi Darwin untuk melanjutkan karier politiknya di atas penderitaan rakyat yang belum terselesaikan. Kalau pembangunan hanya dijadikan alasan untuk mencari jabatan, itu bukan kerja untuk rakyat, tapi kerja untuk diri sendiri. Rakyat Muna Barat tidak butuh pemimpin yang sibuk mengejar kursi, tapi yang mau turun dan tidur di desa-desa sesuai janjinya,” tutupnya.(amin)

