Awasi Penerimaan Pajak Air Permukaan di Danau Toba, Komisi C DPRD Sumut Lakukan Kunker ke PT Aqua Farm Nusantara
Medan, Faktaonline.com – Komisi C DPRD Provinsi Sumatera Utara melaksanakan Kunjungan Kerja (kunker) ke PT. Aqua Farm Nusantara pada Jumat 28 Oktober 2022 lalu.
Dalam kunker tersebut, Jubel Tambunan, S.E, yang saat ini sebagai Wakil Ketua Komisi C DPRD Provinsi Sumatera Utara dari Fraksi Partai NasDem melakukan diskusi dan cek data realisasi pembayaran pajak dengan jajaran pimpinan dan manajemen PT. Aqua Farm Nusantara yang juga
didampingi oleh kepala UPT Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Pangururan.
Selanjutnya, Jubel Tambunan, menegaskan bahwa kunjungan kerja ini dalam rangka pengawasan terkait penerimaan pajak bagi Provinsi Sumatera Utara dari sektor Pajak Air Permukaan (PAP) dimana PT. Aqua Farm Nusantara sebagai salah
satu Wajib Pajak yang menggunakan air permukaan dalam mendukung usaha budidaya ikan nila.
“Saya meminta agar PT. Aqua Farm Nusantara benar-benar taat dalam membayar pajak air permukaan dan jangan ada “manipulasi” antara data realisasi pembayaran pajak dengan fakta penggunaan air permukaan di sekitaran Danau Toba” tegasnya.
Ditambahkan Jubel Tambunan hal ini bertujuan agar penerimaan pajak dari sektor Pajak Air Permukaan dapat maksimal yang ujungnya hasil pungutan pajak tersebut akan digunakan untuk kepentingan masyarakat luas di Provinsi Sumatera Utara
Turut Menyikapi polemik atau isu pencemaran Danau Toba yang disebabkan oleh maraknya Keramba Jaring Apung (KJA), Jubel Tambunan, turut memberikan komentar, yaitu, persoalan ini harus didiskusikan bersama dengan melakukan langkah-langkah mencari solusi terbaik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang komprehensif, karena banyak yang harus dipikirkan.
“Contohnya, jika danau toba kita harapkan 100 % bersih dari KJA maka harus diteliti kembali apakah dapat dipastikan KJA adalah sumber utama pencemaran danau toba”, tutur Jubel Tambunan.
Selain itu, ada juga KJA milik masyarakat menengah ke bawah yang saat ini mulai mengeluh akibat pembatasan jumlah KJA berdasarkan SK Gubernur Sumut Nomor : 188.44/213/KPTS/2017 Tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Dan Daya Dukung Danau Toba Untuk Budidaya Perikanan.
Sebagaimana telah diketahui, polemik atau isu pencemaran danau toba oleh KJA telah banyak direspon oleh banyak lapisan masyarakat, seperti akademisi dan aktifis lingkungan dan semakin menguak ke permukaan setelah adanya upaya penerapan Keputusan Gubernur Sumut No. 188.44/213/KPTS/2017 Tentang Daya Tampung
Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba Untuk Budidaya Perikanan sebesar 10.000 ton/tahun.
Kemudian, lanjut Jubel, penerapan Keputusan Gubernur Sumut No. 188.44/209/KPTS/2017 Tentang Status Trofik Danau Toba Dengan Status Oligotrofik dimana Penetapan 10 ribu ton/tahun untuk mencapai status Oligotrofik yakni status
danau yang paling baik dengan unsur hara sangat sedikit.
Ditambahkan Jubel Tambunan, dalam menyikapi persoalan KJA, saya lebih fokus kearah bagaimana yang dimaksud dengan danau yang paling baik adalah dengan unsur hara sangat sedikit, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti zat hara adalah zat yang meliputi unsur fosfat, amonium, dan nitrat yang memengaruhi kesuburan perairan (yang menentukan jenis hewan dan tumbuhan yang hidup didalamnya
“Atau dengan kata lain bagaimana upaya-upaya kita dalam melestarikan danau toba agar unsur atau zat hara-nya dapat terkendali” sebutnya.
Contohnya, sebut Jubel, bagi perusahaan perusahaan yang melakukan pembudidayaan ikan dengan menggunakan KJA harus menjalankan usaha sesuai ijin yang diberikan, tidak boleh melanggar. Dan diminta untuk memiliki alat atau teknologi penyedot feses ikan dan pakan ikan agar tidak menjadi sedimen di dasar danau.
“Selain itu, diharapkan juga bagi pengelola KJA agar menabur bibit ikan pora-pora yang diharapkan sebagai pengendali alami untuk mengurangi tingginya unsur hara dalam danau”, pungkas Jubel. (r/am)