Soekowardojo : Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Tahun 2020 Alami Kontraksi -1.07 % (yoy)
Medan, Faktaonline.com – Soekowardoyo
Kepala Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPw BI ) Provinsi Sumatera Utara menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2020 mengalami kontraksi yang cukup dalam, yakni -1,07% (yoy).
Dengan adanya rebound ekonomi yang terjadi pada triwulan II-2021, diproyeksi pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2021 akan terus terakselerasi. Meskipun perkembangan kasus positif Covid-19, serta penerapan kebijakan PPKM diprakirakan akan menahan laju permintaan domestik.
Namun upaya akselerasi vaksinasi diproyeksi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. “Pada keseluruhan tahun 2021, ekonomi Sumut diprakirakan akan terakselerasi dengan range pertumbuhan 2,5-3,3% dengan potensi bias bawah, sejalan dengan pelaksanaan kebijakan PPKM, “terang Soekowardojo saat menggelar Bincang Bareng Media (BBM) dengan para awak media secara virtual, Selasa (28/09/2021) sore tadi.
Di kesempatan itu, Soekowardojo juga menjelaskan kondisi stabilitas sistem keuangan Sumatera Utara. Di mana menurutnya, memasuki Bulan Agustus 2021, ketahanan sistem keuangan membaik tercermin dari tingkat profitabilitas (ROA) yang meningkat dan rasio BOPO yang relatif menurun.
Hal ini didukung pula dengan intermediasi perbankan (LDR) yang tercatat menurun didorong respon kenaikan DPK yang lebih cepat dibandingkan kredit, di tengah ketidakpastian ekonomi dampak PPKM di beberapa kota di Sumut (Medan dan Sibolga).
“Di sisi lain, kredit tertahan (Undisbursed Loan) meningkat, didukung dengan peningkatan pada seluruh kelompok bank. Adapun spread bunga perbankan relatif stabil pada angka 5,2%, sedikit naik dibandingkan pada TW II 2021 sebesar 5,1%, namun tetap sejalan dengan belum adanya perubahan BI7DRRR yang masih di angka 3,5%, “ungkapnya.
Mengenai penghimpunan dana pihak ketiga tumbuh melambat sambung Soekowardojo, meskipun secara nominal mencatat perbaikan (Rp 280T -> Rp 284T), pertumbuhan dana pihak ketiga melambat (12,35% -> 10,76%) didorong oleh penurunan pada seluruh kelompok perbankan serta seluruh jenis simpanan.
Berdasarkan golongan nasabah, penurunan DPK didorong oleh seluruh golongan. Hal ini didorong oleh Pemerintah yang diduga semakin optimal dalam melakukan belanja daerah dan perseorangan, serta swasta yang diduga cenderung menyimpan simpanannya dalam bentuk lain.
“Penurunan DPK di seluruh kelompok mengindikasikan sudah mulai adanya kenaikan pada aktivitas dunia usaha yang didukung dengan penurunan tabungan pemerintah, akibat realisasi proyek yang dilakukan, “jabar Soekowardojo lagi.
Kemudian Kepala KPw BI Provinsi Sumut pada BBM dengan para awak media tersebut juga menerangkan tentang kondisi penyaluran kredit perbankan menurun. (red)