Wacana Polri Dibawah TNI tidak Perlu Didiskusikan Lagi
MEDAN – Pengamat Kepolisian dari Sumatera Utara Dr. Ikhwaluddin Simatupang, S. H, M. Hum menyatakan Wacarana POLRI di Bawah TNI tidak perlu didiskusikan lagi .
Menurut Ikhwaluddin Simatupang yang merupakan Ketua Umum Lembaga Pemerhati Kepolisian RI “POLRI WATCH” Pemisahan Polri dan TNI merupakan produk Reformasi 1998.
Tokoh Reformasi Mahasiswa 1998 yang mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumut menyatakan keinginan bahwa Polri pisah dari TNI adalah keinginan rakyat dan para akademisi pada tahun 1998.Keinginan ini disikapi Mahasiswa dengan menuntut pemisahan Polri yang semula berada di bawah ABRI (TNI)
Politisi dan wakil rakyat yang duduk di MPR RI pada masa Reformasi menyahuti keinginan rakyat dengan menerbitkan Ketetapan MPR RI Nomor VI Tahun 2000 Tanggal 18 Agustus 2000 Tentang Pemisahan TNI dan POLRI. Lanjut Ikhwaluddin yang juga Direktur LBH Medan YLBHI 2006-2009.
Saat itu Ketua MPR RI dijabat Cendikiawan sekaligus politisi Prof. Dr. H. M. Amien Rais.
Dua Point penting yang menjadi dasar terbitnya TAP MPR VI/2000 dikemukakan: Pertama, bahwa demokratisasi menjadi salah satu buah tuntutan reformasi dan tantangan masa depan yang memerlukan reposisi dan restrukturisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia agar lebih jelas dalam pelaksanaannya.
Kedua, Adanya kebijakan bidang pertahanan/keamanan berupa penggabungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya kerancuan, tumpang tindah, dan penyimpangan peran serta fungsi keduannya, sehingga berakibat pada tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi.
Politisi yang juga 2 Priode partainya menjabat Ketua DPR RI, Megawati Soekarno Putri , selaku Presiden RI pada tanggal 8 Januari 2002 menandatangani Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
UU ini menjelaskan jati diri, peran, fungsi, jenjang keanggotaan, etika profesi kepolisian, dan hubungan antara Polri dengan lembaga pemerintah dan internasional.
UU ini menetapkan bahwa Polri merupakan alat negara yang bertugas:
Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
Menegakkan hukum
Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat .
Jadi kita Jangan Pernah Melupakan Sejarah “Jas Merah”.
Dr. Ikhwaluddin Simatupang, S. H, M. Hum yang juga pakar hukum asal Sumut ini menjelaskan bahwa telah tepat Polri di bawah Presiden langsung, kalau di bawah Menteri Dalam Negeri lebih kacau lagi. Apalagi Menteri Dalam Negeri dijabat oleh salah satu partai, yang merujuk kata politisi PDIP
“politisi semua tergantung pada pimpinan partai”.Kalau di bawah Mendagri peran POLRI Nyaris di dua nakhoda, satu Presiden selaku Kepala Pemerintahan dan kedua Ketua Partai yang mana ” Para korea-korea akan tunduk dan patuh pada Ketua Partai”Ujar Ikhwaluddin.
Kalau ada persoalan di pelayanan pemerintah menurut Ikhwaluddin Simatupang, dari beberapa komentar Presiden saat ini dapat disimpulkan bahwa Prabowo Subianto sangat senang penyelesaian konflik dengan konstruktif dan cendekia. Beliau sangat bangga kabinetnya diisi oleh orang-orang rangking pertama di pendidikan. Kalau orang cendikia harus melihat akar (asal) masalah, apakah karena UU nya tidak jelas/rinci, apakah karena masalah didasarkan kepentingan atau atau karena pelaksanaan peran (fungsi). Ini cukup di bahas dan diselesaikan oleh anggota DPR, karena mereka punya kewenangan dan kewajiban untuk itu. Energi masyarakat sudah saat nya berpikir bersama Presiden saat ini bagaimana “Indonesia Emas” dapat kita capai.
Kita jangan mundur ke belakang seakan-akan produk hukum yang telah disetujui oleh Parlemen dan pemerintahterdahuluu buruk..
Sebagai Aktifis Mahasiswa 98 Saya sangat bangga dan hormat dengan Amin Rais dan Megawati yang telah membuahkan hasil Pemisahan Fungsi Keamanan dan Pertahanan , agar kedua lembaga pemerintahan Polri dan TNI lebih profesional. Hentikan wacana Polri di bawah ABRI apalagi Mendagri. Ujar Dr. Ikhwaluddin Simatupang, S. H, M. Hum mengakhiri.(red)